BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan disemua aspek kehidupan. Salah
satu aspek yang berkembang akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi
masa depan sehingga pelaksanaan
pendidikan harus berorientasi pada wawasan kehidupan mendatang. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan masalah yang harus dipikirkan dan direncanakan secara
berkesinambungan. Hal tersebut dapat dipahami karena sekolah ditentukan oleh
berbagai faktor yang berkaitan. Faktor – faktor tersebut antara lain adalah
faktor guru, peserta didik, lingkungan, sarana dan prasarana belajar.
Proses pendidikan khususnya di Indonesia, selalu mengalami
penyempurnaan yang pada dasarnya menghasilkan suatu hasil pendidikan yang
berkualitas. Berbagai uasaha telah dilakukanoleh pengelolah pendidikan untuk
memperoleh kualitas atau kuantitas pendidikan, dalam rangka meningkatkan
prestasi belajar siswa atau peserta didik. Langka ini merupakan langkah awal
untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Keberhasilan suatu pembelajaran dalam meningkatkan kualitas
pendidikan diukur dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu
kegiatan pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan dalam bidang matematika,
hal ini dikarenakan matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang lain.
Matematika merupakan ilmu pasti, tidak lepas dari angka dan rumus, maka sebagai
orang yang berada dalam lingkungan pendidikan, sangat memerlukan terobosan
inovasi yang dapat membangun minat belajar peserta didik terhadap matematika,
sehingga diharapkan matematikatidak dianggap lagi sebagai mata pelajaran yang
sulit tetapi mudah dan menyenangkan.
Matematika dapat diartikan sebagai cara berfikir ilmiah
untuk menuju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun masih banyak
siswa yang memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan, dan
membosankan. Bahkan ada sebagian siswa yang membenci pelajaran matematika.
Fenomena kegiatan belajar ini biasanya tampak dari menurunya prestasi belajar,
secara garis besar faktor-faktor timbulnya kesulitan belajar menurut Muhibbin
Syah (2003:132) yaitu :
1.
Faktor internal siswa ( faktor dari dalam siswa ), yaitu
keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2.
Faktor eksternal siswa ( faktor dari luar siswa ), yaitu lingkungan
disekitar siswa.
Untuk menghilangkan pandangan negatif siswa terhadap
matematika seperti yang telah dijelaskan di atas, maka diperlukan sebuah
strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang menarik dan tepat
untuk mengubah image matematika
menjadi pelajaran yang menyenagkan. Semua itu terangkum dalam model
pembelajaran yang merupakan konsepsi yang dilakukan guru untuk mengajarkan
materi dalam mencapai tujuan tertentu.
Pada dasarnya mengajar bukan sekedar memindahkan
pengetahuan dari guru kepada siswa melainkan juga sebagai proses untuk memperbaiki pengetahuan
awal siswa. Apa bila guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa akan mengakibatkan
kesulitan belajar. Mengajar juga merupakan serangkaiaan kegiatan yang salah
satu tujuanya menanamkan konsep kepada siswa. Maka dari itu guru dapat memilih
dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang
diajarkan. Suatu konsep akan mudah dipahami dan di ingat siswa bila konsep
tersebut disajikan melalui prosedur atau langkah – langkah yang menarik
meskipun waktu yang tersedia terbatas. Oleh karena itu metode pembelajaran
sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar. Oleh karena itu metode
pembelajaran sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar.
Sementara itu, paradikma baru mengenai pembelajaran modern
memiliki ciri : mementingkan proses metodologi pembelajaran yang terus
berkembang dan semakin canggih, metode pembelajaran tersebut harus memenuhi dua
hal, Yaitu kesesuaian antara metode pembelajaran dengan materi ajar dan
kesesuaian antara metode belajar dengan kemampuan peserta didik.
Kemampuan awal siswa memiliki kondisi yang signifikan
terhadap penguasaan matematika, kemampuan awal merupakan awal prasyarat awal
yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan lancar. Oleh
karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran tidak meninggalkan
konsep awal siswa.
Mengingat pentingnya
metode pembelajaran dalam transfer
of knowledge, maka dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang inovatif untuk
menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang
sering kita jumpai adalah model pembelajaran yang konvensional, dimana guru
merupakan center point atau pusat kegiatan dari sebuah pembelajaran
dan siswa dibiarka pasif. Namun seiring perkembangan zaman, model pembelajaran
juga mengalami perkembangan. Model yang sedang berkembang adalah dengan
mengaktifkan peserta didik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Peserta
didik dilibatkan lansung dalam penyelesaian masalah.
Penyelesaiaan masalah dalam matematika haruslah mengikuti aturan-aturan
yang ada dan bersifat sistematif. Banyak
sekali penyelesaiaan matematika yang hanya didasarkan pada cara praktis dan
instan, sehingga banyak sekali peserta didik yang benar-benar memahami materi
dan sistematika penyelesaianya. Perlu adanya suatu konsep baru dalam
menyelesaikan permasalahan dalam matematika, yang diharapkan bias meningkatkan
pemahaman dan pembelajaran untuk bias menyelesaikan permasalahan secara
sistematis yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar matematika.
Dengan diberlakukanya kurkulum baru, diharapkan dapat
membenahi model pembelajaran ang selama
ini dilakukan sehingga dapat menjadikan siswa bersikap aktif, kreatif, dan inovatif
dalam menanggapi setiap pembelajaran yang diajarkan. Keatifan siswa akan muncul
jika guru memberikan persoalan kepada siswa agar mau mengembangkan pola
pikirnya dan mengemikakan ide – ide dan lain lain.
Siswa dapat berfikir dan menalar suatu persoalan matematika apabila telah dapat memahami
persoalan matematika tersebut. Suatu cara pandang siswa tentang persoalan
matematika ikut mempengaruhi pola pikir
tentang penyelesaian yang akan dilakukan.
Dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu metode atau
pendekatan yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu
pendekatan yang dapat digunakan agar siswa tedorong bersikap aktif, kreatif dan
inovatif adalah pendekatan heuristik. Pendekatan heuristik digunakan dalam
pembelajaran agar pemahaman siswa tentang pembelajaran matematika lebih
mendalam. Dalam penelitian ini pemahaman merupakan kesanggupan dan kecakapan
untuk mengenal fakta, konsep, prinsip dan skill.
Menurut Syaiful Segala (2006:80) pendekatan pembelajaran
heuristik adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspek dan pembentukan
sistem intruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan
menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Pendekatan
heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data siswa di
minta untuk membuat kesimpulan mengunakan data tersebut.
Prinsip metode heuristik polya ini adalah (1) aktivitas
peserta didik menjadi focus perhatian utama dalam belajar, (2) berfikir logis
adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu,(3) proses mengetahui dari sesuatu yang sudah
diketahui menuju kepada yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling
rasional dalam pelajaran di sekolah,(4) pengalamn yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha
pembelajaran peserta didik ke arah belajar berbuat, bekerja da berusaha,(5)
perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia berpikir dan belajar
sendiri. Dengan prinsip ini menunjukan bahwa metode heuristik dapat mendorong
peserta didik bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir
mandiri.
Dilihat dari permasalahan diatas, maka perlu diperhatikan
bahwa pembelajaran matematika tidak akan terlepas dari pendekatan pengajaran yang
digunakan, yang mendukung adanya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu peneliti akan mencermati adanya perbedaan kemampuan siswa
belajar matematika antara pembelajaran dengan metode heuristikdibandingkan
pembelajaran konvensional dan mengidentifikasi penelitian dengan judul
“Pengaruh Pendekatan Heuristik Polya Terhadap Kemampuan Siswa dalam Memecahkan
Soal-Soal Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang”.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu metode yang
tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan agar siswa terdorong bersikap aktif, kreatif, inovatif dan pemahaman
siswa tentang pelajaran matematika lebih mendalam adalah pendekatan heuristik.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu suatu inforrmasi
tentang seberapa besar pendekatan heuristik ini dapat meningkatkan kemampuan
matematika siswa. Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan sebagai
berikut :
1.
Seberapa besar tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri
1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan konvensional?
2.
Seberapa besar tingkat kemapuan siswa kelas VII SMP Negeri
1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan
heuristik polya?
3.
Apakah kemampuan siswa dalam memecahkan soal matematika
yang diajar dengan pendekatan heuristik polya lebih baik dibandingkan
dengan yang diajar dengan pendekatan
konvensional pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang?
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan
konvensional.
2.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan
heuristik polya.
3.
Untuk mengetahui bahwa apakah kemampuan dalam memecahkan
soal matematikayang dajar dengan dengan pendekatan heuristik polya lebih baik
dibandingkan dengan yang diajar dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas
III SMP Negeri 1 Sabbang.
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan
manfaat bagi setiap orang yang mengikuti atau
terlibat dalam pendidikan. Secara umum hasil penelitian ini diharapkan
secara teoristis dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika,
terutama pada peningkatan prestasi belajar siswa dalam mengikuti palajaran
matematikamelalui pendekatan heuristik. Adapun manfaat lainnya dari penelitian
ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1.
Hasil penelitian tentang Pengaruh Pendekatan Heuristik
Polya Terhadap Kemampuan Siswa dalam memecahkan Soal-soal matematika Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang ini memberikan masukan kepada guru agar dapat
digunakan untuk memperbaiki pembelajaran khususnya bagi guru matematika SMP
dengan alternative pembelajaran matematika melalui pendekatan Heuristik.
2.
Hasil penelitian ini memberi manfaat kepada siswa yang
menjadi objek penelitian ini untuk dapat meningkatkan pengalaman mengenai
pembelajaran matematika dengan pendekatan heuristik.
3.
Hasil penelitian ini akan menjadi bahan referensi bagi
calon peneliti berikutnya yang ingin mengembangkan lebih jauh penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kajian
Teori
1.
Pengertian
Belajar
Belajar merupakan kegiatan setiap orang yang dilakukan
secara terus menerus dalam hidupnya untuk mencapai peruhan diri. Belajar ini
dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan bukan hanya melalui pendidikan
formal seperti SD, SMP, SMA dan Universitas tetapi juga melalui pendidikan Non
formal dan pendidikan informal. Melalui kegiatan belajar seperti ini diharapkan
terjadinya perubahan dalam diri orang yang belajar.
Beberapa ahli telah mendefinisikan belajar, diantaranya
morgan yang disunting oleh Ngalim Poerwanto mengemukakan bahwa : “belajar
adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. ” (Syamsiah Badruddin,2008:3)
Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Slameto (2003:2) dalam bukunya yakni
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Jadi, adanya adaptasi dengan lingkungannya akan timbul perubahan
diri seseorang.
Berdasarkan psikologi, Usman dan Setiawati (1993:5) mendefinisikan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingka laku
yang terjadi karena adanya interaksi baik antara individu dengan individu
maupun antara individu dengan lingkungannya. Perubahan tingkah langku tersebut
meliputi perubahan dalam kebiasaan (habit),
kecakapan-kecakapan (skills), ataupun
dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif),
sikap (apektif), dan keterampilan
(psikomotor).
Sadirman (1996:10) dalam bukunya menyatakan bahwa belajar
dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan
sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, Thursan Hakim
(2000:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam
kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,
sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya piker, dan lain-lain. Hal ini
ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku kemampuan
seseorang dalam berbagai bidang.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu
akan lebih baik kalau subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi
tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya
merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh
lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh
seorang individu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.
2.
Kemampuan
Siswa Belajar Matematika
Berbicara tentang pelajaran matematika, banyak siswa yang
merasa bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga mereka kurang
mampu atau sulit mempelajarinya. Walaupun demikian, matematika merupakan
pelajaran yang penting untuk diketahui dan dikuasai sehingga siswa harus
memiliki kemampuan dalam belajar secara khusus kemampuan matematika atau daya
matematis.
Daya matematis didefinisikan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (1999) dan
Pinellas sebagai berikut :
a.
NCTM mendefinisikan daya matematis sebagai, ”Mathematics power includes the ablity to
explorer, conjecture, and reason logically; to solve noo-routine proplems; to
communicate about and through mathematics; and to connect ideas within
mathematics and between mathematics and other intellectual
activity. Kemampuan
matematisadalah kemampuan untuk menghadapi permasalahanbaik dalam matematika
maupun kehidupan nyata.
b.
Pinellas
County Schools, Division of Curriculum and Instruction Secondary mathematics, mengatakan
daya matematis meliputi :
1.
Standard proses (process
standards), yaitu tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran,
proses standar meliputi, kemampuan pemecahan masalah kemampuan beragumentasi, kemampuan
berkomonikasi, kemampuan membuat koneksi (connection)
dean kemampuan representasi;
2.
Ruang lingkup materi (content
strands), adalah kompetensi dasar yang disyaratkan oleh kurikulum sesuai
dengan tingkat pembelajaran siswa, bagi Indonesia ruang lingkup mata pelajaran
matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:Logika, Aljabar, Geometri, Trigonometri, Kalkulus, Statistik dan
Peluang (KTSP,2006);
3.
Kemampuan matematis (mathematicalAbilities),
yaitu pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk dapat melakukan manipulasi
matematika meliputi pemahaman konsep dan pengetahuan procedural.
Selanjutnya berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di
Indonesia tersirat bahwa kemampuan matematis meliputi :
a.
Kemampuan pemecahan masalah (problem solving)
Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita.
Namun sesuatu menjadi masalah tergantuk bagaimana orang mendapatkan masalah tersebut sesuai
kemampuannya. Terkadang dalam pendidikan matematika SD ada masalah bagi kelas
rendah namun bukan masalah bagi kelas tinggi. Masalah merupakan suatu konflik,
hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas belajarnya di kelas. Namun
masalah harus diselesaikan agar proses berfikir siswa terus berkembang. Semakin
banyak siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan matematika, maka siswa
akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk
apapun baik yang rutin maupun yang tidak rutin. Sejalan dengan pendapat Hudoyo
(1997:191) jenis masalah dalam pelajaran matematika ada 4 yaitu:
1.
Masalah Translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas
sehari-hari siswa. Contoh: Ade membeli permen sugus 12 buah. Bagaiman cara Ade
membagikan kepada 24 orang temanya agar semua kebagian dengan adil?
2.
Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu konsep, rumus matematika dalam sebuah soal-soal
matematika. Contoh: suatu kolam berbentuk sepersegi panjang yang berukuran
panjang 20 meter dan lebar 10 meter. Berapa luas kolam tersebut?
3.
Masalah proses/ pola adalah masalah yang memiliki pola,
keteraturan dalam penyelesaiannya. Contoh: 2468 … Berapa angka berikutnya?
4.
Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau
dapat berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam matematika.
Contoh: Aku adalah anggota bilangan Asli, Aku adalah bilangan perkasa, jika
kelipatanku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya adalah aku, siapakah aku?
Pemecahan masalah memerlukan strategi menyelesaikannya.
Kebenarannya, kecepatannya, keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang
diperlukan dalam penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam menyusun suatu
strategi adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh guru. Jawaban benar
bukan standar ukur mutlak, namun proses yang lebih penting dari mana siswa
dapat mendapatkan jawaban tersebut.
b.
Kemampuan beragumentasi (reasonning)
Penalaran adalah konsep berfkir yang berusaha
menghubung-hubungkan faktaTu evidensi yang diketahui menuju kesimpulan.
Kesimpulan yang bersifat umum dapat tertarik dari kasus-kasus yang bersifat
individual disebut penalaran indiktif. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal
yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran deduktif.
Penalaran matematis penting untuk mengetahui dan
mengerjakan matematika. Kemampuan untuk bernalar menjadikan siswa dapat memecahkan
masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Kapanpun kita
mengunakan penalaran untuk menvalidasi pemikiran kita, maka kita meningkatkan
rasa percaya diri dengan matematika dan berfikir secara
matematik. Adapun aktivitas yang tercangkup dalam kegiatan
penalaran matematik meliputi: menarik kesimpulan logi; menggunakan penjelasan
dengan menggunakan model, fakta, sifat- sifat, dan hubungan; memperkirarakan
jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan; untuk menganalisis
situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi; menyusun mengikuti aturan
inferensi; memeriksa validitas argument; menyusun argument yang valid; menyusun
pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematik.
c.
Kemampuan berkomonikasi (commonikation)
Kemampuan berkomonikasi dalam matematika merupakan
kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk
berkomonikasi dalam bentuk :
1.
Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide
matematika;
2.
Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode
oral, tertulis, konkrit, grafik, dan Aljabar;
3.
Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, symbol, istilah, sertainformasi
matematika;
4.
Merespon suatu pernyataan/ persoalan dalam bentuk argument
yang menyakinkan.
d.
Kemampuan membuat koneksi (connection)
Kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan yang
ditunjukan siswa dalam :
1.
Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama
2.
Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi
ke prosedur representasi yang ekuivalen
3.
Menggunakan dan menilai keterkaitan antara topic matematika
dan keterkaitan di luar matematika
4.
Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memunculkan dan meningkatkan kemampuan koneksi
matematik siswa, dapat digunakan sebagai macam pendekatan pembelajaran. Salah
satunya adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme merupakn
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa di berdayakan oleh pengetahuan yang
berada dalam diri mereka. Pembelajaran berdasarkan persepsi siswa dari kacamata
siswa sendiri. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian (solusi), debat antar
satu dengan lainya, berfikir kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan
setiap masalah.
e.
Kemampuan representasi (representation)
Kemampuan representasi matematis
adalah salah satu standar proses yang perlu ditumbuhkan dan dimiliki siswa. Standar
proses ini hendakanya disampaikan selama proses belajar matematika.
Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berpotensi dapat
membelajarkan siswa menciptakan dan menggunakan sepresentasi.
3.
Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
a.
Pengertian
Masalah Dalam Pembelajaran Matematika
Sebelum menjelaskan pengertian
tentang pemecahan masalah itu sendiri, terlebih dahulu akan dijelaskan
pengertian masalah itu sendiri.
Krulik dan Rudnick (1995:4) mendefinisikan masalah secara formal yaitu : A problem is situation, quantitatif or
otherwise, that confront an individual ar group of individual, that requires
resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius means or
path to abtaining a solution.”
Definisi tersebut menjelaskan bahwa
masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang
memerlukan suatu pemecahan tetapi indivdu atau kelompok tersebut tidak memiliki
cara yang langsung dapat menentukan solusinya dengan menggunakan strategi
berfikir yang disebut pemecahan masalah.
Menurut Ansari, B. (Dida, 2003:2)
mengemukakan bahwa untuk dapat memecahkan
masalah, siswa terlebih dahulu harus memiliki kemampuan memahami konsep,
memehami masalah, mampu mengaitkan konsep yang satu dengan yang lainya, mampu
menerapkan konsep-konsep yang dimiliki pada situasi baru, dan mampu
mengevaluasi tugas yang telah dikerjakan.
Hudoyo (1990) lebih tertarik
melihat masalah, dalam kaitannya dengan prosedur yang digunakan seseoranguntuk
menyelesaikannya berdasarkan kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Ditegaskan
bahwa seseorang mungkin dapat menyelesaikan suatu masalah dengan prosedur
rutin, namun orang lain dengan cara tidak rutin.
Marsound (2005:29) menyatakan bahwa
seseorang dianggap memiliki atau mengalami masalah bila menghadapi empat
kondisi berikut, yaitu:
1.
Memeahami dengan jelas kondisi atau situasi yang sedang
terjadi.
2.
Memahami dengan
jelas tujuan yang diharapkan. Memiliki berbagai tujuan untuk menyelesaikan
masalah dan dapat mengarahkan menjadi satu tujuan penyelesaian.
3.
Memahami sekumpulan sumbar daya yang dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi situasi yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal
ini meliputi waktu, pengetahuan, keterampilan, teknologi atau barng tertentu.
4.
Memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai sumber daya
untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang masalah (problem) yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dikatakan pada suatu situasi tertentu dapat merupakan masalah bagi
orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah bagi orang lain. Dengan
kata lain, suatu situasi mungkin merupakan masalah bagi seseorang pada waktu
tertentu. Akan tetapi, belum tentu merupakan masalah baginya pada saat yang
berbeda.
b.
Pemecahan
Masalah Matematika
Terdapat banyak interprestasi
tentang pemecahan masalah dalam matematika.
Di antaranya pendapat Polya (1985) yang banyak dirujuk pemerhati
matematika.
Polya mengartikan pemecahan masalah
bagi suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu
tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sementara Sujono (1988)
melukiskan masalah matematika sebagai tantangan bila pemecahannya memerlukan kreativitas,
pengertian dan pemikiran yang asli atau imajinasi. Berdasarkan penjelasan
Sujono tersebut maka sesuatu yang merupakan masalah bagi seseorang, mubngkin
tidak merupakan masalah bagi orang lain atau merupakan hal yang rutin saja.
Ruseffendi (1991b) mengemukakan
bahwa suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi seseorangbila ia
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya. Dalam kesempatan
lain Ruseffendi (1991a) juga mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan
masalah bagi seseorang jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalinya. Kedua,
siswa harus mampu menyelesaikanya, baik kesiapan mentaltalnya maupun
pengetahuan siapnya; terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak
kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya,
bila ia ada niat untuk menyelesaikannya.
Lebih spesifik Sumarmo (1994) mengartikan
pemecahan masalah sebagai kegiatan penyelesaiaan soal cerita, menyelesaikan
soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari
atau keadaan lain, dan membuktikan atu menciptakan atu menguji konjektur.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Sumarno tersebut, dalam pemecahan
masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matemetika (mathematical power) terhadap siswa.
Muhibbin Syah (1995:122) menyatakan
bahwa “Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan
metode-metode ilmiah atu secara sistematis, logis, teratur, dan teliti”. Tujuannya
ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan
masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Dari pernyataan tadi dapat ditarik
kesimpulan bahwa dengan belajar pemecahan masalah siswa dibiasakan untuk
menggunakan metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur dan
teliti untuk memecahkan suatu
masalah yang dihapai secara rasional, lugas dan tuntas. Kemampuan
siswa dalam menguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam matematika sangat
diperlukan.
Pemecahan masalah merupakan salah
satu tipe keterampilan intelektual yang menurut Gagne, dkk (1992) lebih tinggi
derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan lainnya. Gagne dkk (1992)
berpendapat bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlikan aturan
kompleks atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai
setelah menguasai aturan dan konsep terdefenisi. Demikian pula aturan dan
konsep terdefenisi dapat dikuasai jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit.
Setelah itu untuk memahami konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam
memperbedakan. Dengan demikian, kemungkinan besar siswa mengalami kesulitan
menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah merupakan hal yang wajar sebab pada
soal-soal sederhana pun masih banyak mengalami
kesulitan.
Kemampuan memecahkan masalah adalah
kemampuan kognitif tingkat tinggi. Sukmadinata dan As’ari (2005:24) menambahkan
tahap berpikir pemecahan masalah setelah tahap evaluasi yang menjadi bagian
dari tahapan kognitif Bloom. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan memecahkan
masalah kemampuan kognitif tingkat tinggi.
Menurut Goerge Polya (1945) ada
empat langkah di dalam memecahkan suatu masalah
yang disebut heuristik yaitu pertama
mengerti terhadap masalah, kedua buatlah rencana untuk
menyelesaikan masalah,ketiga cobalah
atau jalankan rencana tersebut, dan yang keempat
lihatlah kembali hasil yang telah diperoleh secara keseluruhan.
Secara garis besar tahap-tahap
pemecahan masalah menurut G. Polya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
2.1.
TAHAP –
TAHAP PEMECAHAN MASALAH MENURUT G. POLYA
Pemahaman
Soal (Understanding)
|
Pemikiran Suatu Rencana (Planning)
|
Pelaksanaan Suatu Rencana (Solving)
|
Peninjauaan
Kembali (Checking)
|
Adapun penjabaran dari keempat langkah yang diajukan Polya
yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan suatu masalah, dapt diuraikan
sebagai berikut :
1.
Tahap Pemecahan Soal (Understanding)
Yang
dimaksud tahap pemahaman soal menurut Polya ialah bahwa siswa harus dapat
memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut. Menurut ciri
bahwa siswa paham terhadap isi soal ialah siswa dapat mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan beserta jawaban seperti berikut :
a.
Data atau informasi apa yang dapat diketahui dari soal?
b.
Apa inti permasalahan dari soal yang memerlukan pemecahan?
c.
Adakah dalam soal iturumus-rumus, gambar, grafik, table,
atau tanda-tanda khusus?
d.
Adakah syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan
dalam soal?
Sasaran penilaian pada tahap
pemahaman soal meliputi:
a.
Siswa mampu menganalisis soal. Hal ini dapat
terlihat apakah siswa tersebut paham dan mengerti terhadap apa yang
diketahui dan yang ditanyakan dalam soal.
b.
Siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dalam bentuk rumus, simbul, atau kata-kata sederhana.
2.
Tahap Pemikiran Suatu Rencana (Planning)
Menurut G.Polya pada tahap
pemikiran suatu rencana,siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja
yang penting dan saling menunjanguntuk dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya. Menurutnya pula kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat
dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan
yang cukup memadai dalam arti masalah yang dihapi siswa bukan hal yang baru
sama sekali tetapi sejenis atau mendekati. Yang harus dilakukan siswa pada
tahap ini adalah siswa dapat :
a.
Mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling
menunjang.
b.
Mencari rumus-rumus yang diperlukan.
Pada jenjang kemampuan siswa tahap
ini menempati urutan tertinggi. Hal ini didasarkan atas perkembangan bahwa pada
tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa yang seharusnya dikerjakan.
3.
Pelaksanan Rencana (Solving)
Yang
dimaksud tahap pelaksanaan rencana adalah siswa telah siap melakukan perhitungan
dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus atau
persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus dapat membentuk sistematika
soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang akan digunakan sudah
merupakan rumus yang siap untuk digunakan sesuai dengan apa yang digunakan
dalam soal, kemudian siswa mulai memasukan data-data hingga menjurus ke rencana
pemecahannya, setelah itu baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana
sehingga akan diharapkan dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan.
Tehap
pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap pemahaman
soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana. Pertimbangan yang
diambil berkenaan dengan peryataan tersebut bahwa pada tahap ini siswa
melaksanakan proses penghitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya,
dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi
yang diperlukan, sehingga siswa
dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik dan benar.
4.
Tahap Peninjauaan Kembali (Checking)
Yang
diharapkan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untukthap ini adalah
siswa harus brusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap
langkah pemecahan yang dilakukannya.
Tahap
Peninjauaan kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat
berfikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap ini
subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil penghitungan yang telah
dikerjakannya, serta mengecek sitematika dan tahap-tahap penyelesaiannyaapakah
sudah baik dan benar atu belum.
Oleh
karena itu dengan mengacu pada pendapat-pendapat di atas, maka pemecahan
masalah dapat dilihat dari berbagai pengertian.Yaitu, sebagai upaya mencari
jalan keluar yang dilakukandalam mencapai tujuan. Juga memerlukan kesiapan,
kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu pemecahan masalah merupakan persoala-persoalan yang belum
dikenal; serta mengandung pengertian sebagai proses berfikir tinggi dan penting
dalam pembelajaran matematika.
Pemecahan
masalah merupakan kemampuan dasar yang dikuasai oleh siswa.Bahkan tercermin
dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi. Tuntutan akan kemampuan pemecahan
masalah dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum terseut yaitu, sebagai
kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan diintekgrasikan pada sejumlah
materi yang sesuai.
Pentingnya
kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh
Branca (1980) adalah:
1. Kemampuan
menyelesaikan masalah marupakan tujuan umum pengajaran matematika.
2. Penyelesaian
masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan
utama dalam kurikulum matematika.
3. Penyelesaian
masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.
pandangan bahwa kemapuan
menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, mengandung
pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam memecahkan persoalan baik
dalam pelajaran lain maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini
menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
Pandangan pemecahan masalah sebagai
proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, berarti pembelajaran
pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dan strategi yang dilakukan siswa
dalam menyelesaikannya dari pada hanya sekedar hasil. Sehingga keterampilan proses dan strategi
dalam memecahkan maslah tersebut menjadi kemampuan dasar dalam belajar
matematika.
Walaupun kemampuan pemecahan
masalah merupakan kemampuan yang tidak mudah dicapai, akan tetapi oleh karena
kepentingan dan kegunaannya maka kemampuan pemecahan masalah ini hendaknya
diajarkan kepada siswa pada semua tingkatan. Berkaitan dengan hal ini,
Ruseffendi (1991b) mengemukakan beberapa alas an soal-soal tipe pemecahan
masalah diberikan kepada siswa, yaitu:
1.
Dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi,
menumbuhkan sifat kreatf.
2.
Disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan,
disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan memuan peryataan yang
benar;
3.
Dapat menimbulkan jawaban yang aslibaru, khas, dan beraneka
ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru;
4.
Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan ang sudah
diperolehnya;
5.
Mengajak siswa memiliki prosedus pemecahan masalah, mampu
membuat analisis dan sintensis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap
hasil pemecahannya;
6.
Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan
bukan saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pembelajaran lain.
4.
Pendekatan
Pembelajaran Secara Umum
Guru yang professional tidak hanya
menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk perlu kiranya para
guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih umum, didalamnya mawadahi, menginspirasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran tedapat dua jenis pendekatan,yaitu: (1) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher
centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang
telah ditetapkan selanjutnya diturunkan kedalam strategi pembelajaran. Newman
dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsure strategi
dari setiap usaha, yaitu:
a. Mengidentifikasi
dan menetapkan spesifikasi dan kualifkasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan
pertimbangan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukan.
b. Mempertmbangkan
dan memilih jalan pendekatan utama (basic
way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
c. Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah (steps)
yang akan di tempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
d. Mempertimbangkan
dan menetapkan tolak ukur (criteria)
dan patokan ukuran untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Pendekatan pembelajaran secara umum
terdiri dari :
a.
Pendekatan konsep
Pada pendekatan model ini siswa dibimbing memahami suatu
bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses
pembelajaran tersebut penguasaan konsep yang menjadi
sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu dominan dan
siswa membibmbing untuk memahami konsep.
b.
Pendekatan Lingkungan
Pengunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan
lingkungan sekitar kita dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan
digunakan sebagai salah satu sumber belajar. Untuk memahamai materi yang erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari atau masalah sehari-hari sering
digunakan pendekatan lingkungandengan belajar langsung pada lingkungan.
c.
Pendekatan Inkuiri
Melakukan pembelajaran dengan mengunakan pendekatan Inkuiri
berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika
berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan
oleh para ahli penelitian. Dalam pendekatan Inkuiri berarti guru merencanakan
sesuatu demikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang
dugunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan,
mengemukakan langkah-langkah penelitian, membuat ramalan, dan penjelasan yang
menunjang pengalaman.
d.
Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah
mengebangkan kemampuan siswa dalam keterampialan proses sepert melakukan
pengamatan, menafsirkan data, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.
e.
Pendekatan Interaktif
Dikenal juga sebagai pendekatan pertanyaan anak, member
kesempatan pada siswa untuk mengaukan pertanyaan untuk kemudian melakukan
penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan.
f.
Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang
harus dipecahkan melalui praktikum. Pemecahan masalah ini ada dua versi. Versi
yang pertama siswa dapat saja menerima saran tentang prosedur yang dugunakan,
cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan
yang mengarah ke pemecahan masalah. Dalam versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang
merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan
membantu member petunjuk.
g.
Pendekatan Sains Tekniologi dan Masyarakat (STM)
Dalam rangka mewujudkan sekolah sebagai bagian dari
masyarakat telah dikembangkan bahan
kajian pengajaran sains dalam bentuk Sains, teknologi, dan masyarakat (S-T-M).
STM ini merupakan peng-indonesiaan dari Science,
technology and Society. Dalam pengajaran
Sains siswa tdak hanya mempelajarikosep-konsep Sains, tetapi juga diperkenalkan
pada aspek teknologi, dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat.
h.
Pendekatan Terpadu (Integrated
Approach)
Pendekatan ini merupkan pendekatan yang intinya memadukan
dua unsure atau leih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Unsur pembelajaran yang
dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran
dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu
metode dengan metode lain.
5.
Pendekatan
Heuristik Polya sebagai Pemecahan Masalah
a.
Pengertian
Heuristik
Menurut Schoenfeld (1980), bahwa “Heuristik will Be used hare to mean a
general suggestion or strategy, independent of any particular topic or subject
metter,that helbs problem solver approach and understand a problem and
efficienrly marshal their resources to solve it”.
Menurut
pengertian tersebut, heuristik dapat disebut sebagai strategi umum yang tidak
berkaitan dengan subjek materi yang membantu pemecah masalah dalam usaha untuk
mendekati dan memahami masalah serta menggunakan kemampuannya untuk menemukan
soslusi dari masalah.
Penggunaan
istilah heuristic dalam pemecahan masalah berbeda dengan algoritma yang
terdapat dalam pembelajaran matematika.Penggunaan algoritma dapat menjamin
diperoleh solusi yang tepat selama digunakan dengan tepat dengan algoritma yang
tepat pula. Algoritma adalah suatu kemampuan khusus semantara heuristic
merupakan pendekatan secara umum dalam pemecahan
masalah. Heuristic menyajikan suatu
“road map” atau cetak
biru agar proses pemecahan masalah dapat menghasilkan solusi yang benar.
Heuristik adalah langkah-langkah dalam menyelesaikan sesuatu tanpa ada
keharusan untuk dilakukan secara berurutan.
b.
Pendekatan
Heuristik Polya dalam Matematika
Metode
penemuan secara murni artinya peserta didik sebagai seorang penemu yang
menemukan sendiri, sedangkan pengajaran hanya sebagai pengawas. Dalam metode
penemuan murni, yang oleh Maier (1995:138)disebutkan sebagai heuristik. Kata heuristik
berasal dari bahasa yunani yaitu heuriskeinyang
berarti saya menemukan. Pengertian ini menurut Rusyan dalam Syaiful (2005:80) adalah semacam fakta
psikologis yang muncul sebagai kodrat manusia yang memiliki nafsu untuk menyelidiki sejak bayi. Keinginan
untuk Amstrong abad ke-19, menurut metode ini peserta didik sendiri yang harus
menemukan fakta ilmu pengetahuan. Strategi belajar mengajar metode heuristik
Polya adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspek dan pembentukan system
intruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan
sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Metode heuristik Polya
adalah metode pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa diminta untuk
membuat kesimpulan dengan menggunakan data tersebut.
Prinsip
metode heuristik polya ini oleh Rusyan dalam Syaiful (2005:82) adalah (1)
aktivitas peserta didik menjadi fokus perhatian utama dalam belajar, (2) berpikir
logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu, (3) proses
mengetahui dari suatu yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui
adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran di sekolah, (4)
pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dar usaha pembelajaran peserta
didik kea rah belajar berbuat bekerja dan berusaha, (5) perkembngan mental seseorang
berlangsung selama ia berpikir dan belajar sendiri. Dengan prinsip ini
menunjukkan bahwa metode heuristik dapat mendorong peserta didik bersikap
berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.
Istilah
heuristik polya sering digunakan untuk pengertian mencari sesuatu seperti dalam
kegiatan penemuan terbimbing dan mencari solusi pemecahan
masalah. Oleh karena itu,
pengertian heuristik polya juga sangat dekat dengan pengertian penemuan (discovery).
Matematika
adalah suatu disiplin ilmu untuk yang
lebih menitik beratkan kepada proses berpikir dibanding hasilnya saja.Jika
siswa dihadapkan pada suatu permasalahan (soal)/situasi matematis, maka siswa
akan berusaha menemukan solusi pemecahanya melalui serangkaian tahapan berikir.
Siswa tersebut perlu menentukan dan menggunakan strategi
untuk menyelesaikan soal tersebut. Akan
tetapi, jika siswa langsung menemukan teknik penyelesaiaan cepat, dapat
dipastikan bahwa siswa tersebut sudah memiliki teknik yang biasa digunakan.
Matematika sejak perkembangan awalnya,
memuat konsep-konsep dan aturan-aturan yen terlebih dahulu ditemukan melalui
serangkaian penemuan dan pembuktian. Disinilah
peran heuristik polya dalam matematika, yaitu untuk menuntun seseorang dalam menemukan konsep-konsep dan
aturan-aturan dalm matematika. Disamping itu, heuristik polya membantu
seseorang untuk memecahkan dan menemukan
solusi dari suatu masalah.
Heuristik polya adalah suatu langkah
berpikir dan upaya untuk menemukan dan memecahkan suatu masalah atau persoalan
matematika. Dengan cara inilah matematika ini berkembang dan kemudian
diaplikasikan untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
6.
Pendekatan
Konvensional dalam Matematika
Pendekatan
konvensional merupakan suatu proses belajar mengajar di mana guru merupakan center point dari sebuah pembelajaran.
Pendekatan konvensional merupakan sarana komunikasi lisan antara guru dengan
anak didik dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam pendekatan
konvensional ini disertai dengan diskusi dan tugas. Ceramah hanya untuk memberi
penjelasan atau informasi mengenai bahan yang akan dibahas dalam diskusi,
sehingga diskusi dapat bejalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai (Bahri,2000).
Burrowes
(2003) dalam I Wayan Sukra Warpala menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional
menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa
untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan,
menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada
situasi kehidupan nyata (kontekstual).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa
pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat
kepada guru (tescher learning center), (2)
terjadi passive learnig, (3)
interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif,
dan (5) peniaian bersifat sporadis.
Adapun
pola pendekatan konvensional menurut Rustaman (2002) adalah sebagai berkut :
a.
Pemilihan informasi oleh guru
b.
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
c.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada
saatnya diperlukan.
d.
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik
berupa ujian (ulangan).
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaknai sebagai
pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru dan komonikasi lebih
banyak satu arah dari guru ke siswa.
B. Kerangkah
Berpikir
Dalam
belajar pemecahan masalah siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah atau
erpikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti yang tujuannya untuk
memecahkan suatu masalah yang dihadapi secara rasional, lugas dan tuntas.
Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam
matematika sangat diperlukan.
Adapun langkah - langkah pemecahan
masalah dari George Polya yang disebut
metode atau pendekaan heuristik yang terdiri dari empat langkah yaitu pertama mengerti terhadap masalah, kedua buatlah rencana untuk
menyelesaikan masalah,ketiga cobahlah
atau jalankan rencana tersebut,dan yang keempat
lihatlah kembali hasil yang telah diperoleh secara keseluruhan.
Prinsip metode heuristik ini adalah (1)
aktivitas peserta didik menjadi fokus perhatian utama dalam belajar, (2)
berpikir logis adalah cara yang paling utama
dalam
menemukan sesuatu, (3) proses mengetahui dari suatu yang sudah diketahui menuju kepada yang belum
diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional pelajaran di sekolah, (4)
pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha pembelajaran peserta
didik kea rah belajar berbuat, bekerja dan berusaha, (5) perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia
berpikir dan belajar sendiri. Dengan prinsip ini menunjukkan bahwa metode
heuristik dapat mendorong peserta didik besikap berani untuk berpikir ilmiah
dan mengembangkan berpikir mandiri.
Berdasarkan
penjelasan di atas kita dapat simpulkan bahwa metode heuristik sangat sesuai
untuk pembelajaran matematika terutama dalam memecahkan masalah matematika.
Kebiasaan siswa memecahkan masalah matematika dengan metode heuristik polya
dapat meningkatkan pemahaman matematika dan tentu meningkatkan kemampuan dalam
memecahkan soal matematika.
C. Hipotesis
Penelitian
Berdasarkan tinjauaan pustaka dan
kerangka berpikir maka hipotesis penelitianyang diajukan sebagai berikut :
“Kemampuan dalam memecahkan soal
matematika yang diajar dengan pendekatan heuristik Polyalebih baik dibandingkan
dengan kemampuan dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan
konvensional pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang.”
Secara
statistik hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut :
H0 :
µ1 = µ2 lawan H1
: µ1 > µ2
Keterangan :
µ1 : Skor rata-rata kemampuan siswa Kelas VII
SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan
pendekatan heuristic Polya.
µ2 : Skor rata-rata kemampuan siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang dajar dengan pendekatan
konvensional.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini akan
dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sabbang, Kecamatan Walendrang, KAbupaten Luwu
Utara, Sulawesi Selatan. Waktu penelitian ini akan dilaksanakanpada semester
genap tahun 2011/ 2012.
B.
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan
perlakuan (manipulasi kegiatan) pada objek penelitan dengan melibatkat dua
kelompak kelas yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control yang masing - masing
diberi perlakuan. Kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yaitu diajar
dengan menggunakan strategi pembelajaran heuristik model Polya dalam pemecahan
masalah sedangkan pada kelompok kontrol diajar dengan menggunakan metode
pembelajaran konvesional. Dengan demikian, desain penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Random
|
Kelompok
|
perlakuan
|
Hasil Penelitian
|
R
K
|
E
K
|
T1
T2
|
O1
O2
|
Keterangan :
E
: Eksperimen
K
: Kontrol
T1
: Pembelajaran dengan menggunakan strategi heuristik Polya
T2
: Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional
O1
: Observasi pada kelas eksperimen
O2 : observasi pada kelas control
C.
Variabel
Penelitian
Untuk memudahkan pengukuran variabel, maka variabel
penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:
Kemampuan siswa dalam
memecahkan soal matematika yang dimaksud dalam penelitian ini skor yang
diperoleh melalui tes kemampuan memecahkan soal matematika setelah pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan heuristik model Polya dan metode
konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang.
D.
Satuan
Eksperimen dan perlakuan
1.
Satuan Eksperimen
Satuan Eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VII1
Sebagai kelas eksperimen dan siswa VII2 sebagai kelas control yang
masing - masing berjumlah 30 siswa yang dipilih secara acak (samle random sampling).
2.
Perlakuan
Perlakuan dalam penelitian ini
adalah kelompok eksperimen diajar dengan strategi heuristik model Polya
sedangkan pada kelompok control diajar dengan menggunakan metode pembelajaran
konvensional.
E.
Pelaksanaan
Eksperimen
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sabbang dengan
sampel penelitian terdiri dari dua kelompok, yaitu siswa kelas VII1 sebagai
kelompok eksperimen dan kelas III2 sebagai kelompok control.
1.
Proses pembelajaran pada kelompok eksperimen
Pada awal pembelajaran guru
memberikan apersepsi untuk mengetahui sejauh manapengetahuan siswa tentang
pokok bahasan relasi dan fungsi. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
dan menjelaskan sedikit tentang langkah – langkah pembelajaran dengan
pendekatan heuristik model polya. Selanjutnya guru memberikan soal latihan
kepada siswa dan siswa secara berkelompok menemukan sendiri jawaban soal
latihan tersebut dengan pendekatan heuristik polya. Setelah itu siswa
secara berkelompok mempersentasekan
hasilnya di depan kelas dan kelompok dan kelompok lainya menanggapi. Disini
guru sebagai fasilitator. Guru dan siswa bersama – sama membuat kesimpulan dari
materi yang sudah diselesaikan.
2.
Proses pembelajaran pada kelompok control
Pada prinsipnya pembelajaran pada kelompok control relative
sama dengan pembelajaran pada kelompok eksperimen. Yang membedakan antara dua
kelompok yaitu cara mempelajari materi. Pada kelompok kontrol, pembelajaran
dilakukan secara konvensional. Pemebelajaran secara konvensional dilakukan
dengan cara mentransfer materi dari guru kepada siswa melalui cerama dan Tanya
jawab terpimpin. Pembelajaran secara konvensional ini lebih banyak mengaktifkan
guru dari pada siswa karena guru banyak bercerama.
F.
Instrument
Penelitian
Instrument
penelitian yang dipergunakan untuk memperoleh data dari penelitian ini adalah
tes kemampuan memecahkan soal – soal matematika sesuai dengan materi pokok
bahasan yang telah di pelajari siswa, yang berbentuk tes uraian (essay). Tes
ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 1
Sabbang dalam memecahkan soal – soal matematika tentang pokok bahasan relasi
dan fungsi diajarkan dan diperoleh setelah mengalami proses belajar dalam
jangka waktu tertentu.
G.
Teknik
Pengumpulan Data
Kegiatan
penelitian ini berlangsung selama satu minggu, dengan jumlah 10 jam pelajaran
untuk masing – masing kelompok, dan untuk tiap kelompok pelajaran dibagi 5 kali
pertemuan. Untuk teknik pelaksanaannya, tiap kelas diajar secara bergiliran
sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan.
Setelah
kedua kelompok sampel diberi perlakuan khusus, yakni kelompok eksperimen diberi
perlakuan khususyaitu pembelajaran dengan
menggunakan strategi heuristik model polya sedangkan kelompok kontrol
diberi perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional.
Selanjutnya diberikan tes untuk dikerjakan sesuai dengan materi pokok bahasan
yang telah dipelajari oleh siswa.
Hasil tes inilah yang akan diperoleh dan
dianalisis guna keperluan penyajian hipotesis yang telah dirumuskan.
H.
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik
deskriptif dan inferensial. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan
program siap yaitu SPSS Versi 11.5 for
windows.
1.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendiskriptifkan
karakteristik responden berupa rata –
rata hasil belajar gradien dan persamaan garis lurus siswa dan standar deviasa, baik responden pada
kelas eksperimen maupun responden pada kelas
kontrol. Untuk keperluan analisis diguakan distribusi frekuensi
presentasi rata – rata dan standar deviasi untuk masing – masing kelompok.
2.
Statistik Inferensial
Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian yaitu dengan uji t (distribusi student t). Sebelum dilakukan
pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas varians dari data hasil
belajar gradien dan persamaan garis lurus siswa.
a.
Uji hipotesis
Untuk menguji hipotesis di gunakan uji-t. Kriteria
pengambilan kesimpulannya adalah :
1.
Ho diterima jika thit
≤ t (1 – a)
2.
Ho ditolak jika thit > t (1 – a)
Taraf signifikasi yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.
b.
Uji normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data
yang telah diteliti berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Adapun kriteria pengujian yaitu jika rasio skewnes dan
kurtosis berada diatara -2 sampai +2, maka tingkat kemampuan memecahkan soal
matematika dari responden berdistribusi normal. Untuk menguji normalitas ini
digunakan program yaitu SPSS Versi 11.5
for windows.
c.
Uji homogenitas
Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk mengetahui apakah
data yang diteliti mempunyai varians yang homogen. Untuk menguji homogenitas
varians ini digunakan program yaitu SPSS
11.5 for windows.
Adapun criteria pengujian yaitu :
1.
Jika taraf signifikasi > 0,05 ( p > 0,05 ) maka Ho
diterima,
2.
Jika taraf signifikasi < 0,05 ( p < 0,05 ) maka Ho
ditolak. Artinya data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kemampuan memecahkan
soal – soal matematika baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol digunakan
criteria pengkategorian yang disusun oleh Nurkancana dalam maemuna (2004:15)
yang dikelompokan sebagai berikut :
Tabel 3.1. Kriteria Pengkategorian Kemampuan Memecahkan
Soal
matematika
NILAI
|
PERSENTASE
|
KATEGORI
|
0
– 54
55
– 64
65
– 79
80
– 89
90
– 100
|
0
% - 54 %
55
% - 64 %
65
% - 79 %
80
% – 89 %
90
% - 100 %
|
Sangat
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
Tinggi
|
DAFTARA
PUSTAKA
Baharuddin, Syam dan Muhammad Illyas.2008. belajar dan pembelajaran.
Sengkang
, Sulawesi Selatan : Lampena.
Bahri, S dkk.2002,
strategi belajar mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Branca, N.a 1980. Problem Solving as a Goal, Process and
Basic Skill. Dalam
Krulik,
S dan Reys, R, E (ed). Problem Solving
and School Matematikcs.
NCTM : Reston
Virginia.
Firdaus, Ahmad. 23 November 2009. Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika.
(Online), diakses 07 Februarii 2011.
Gagne, R. M, Briggs, L J dan Wager, W. 1992. Principles
of Instructional Design
(4an ed). Orlando:Holt,
Rinehart and Winstone, Inc.
Hudoyo dan Sutawijaya. 1998. Pendidikan matematika I. Jakarta : Dirjen Dikti
Depdiknas.
Krulik, Stephen dan Rudnick, Jesse A. 1995. The New Sourcebook for
Teaching Reasoning an Problem
Solving in Elementary School.
Boston :
Temple University.
Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. 2010. Heuristik dalam Pemecahan Masalah
Matematika dan Pembelajaran di
Sekolah Dasar . (Online), diakses 10
Februari
2011.
Makmun, Abin Syamsuddin .2003. Psikologi Pendidiikann . Bandung: Rosda Karya
Remaja.
Marsound , D . 2005. Improving
Math Edukation in Elementary School : A Short
Book for Teachers. Oregon :
Univercity of Oregon. (Online), diakses 12 Februari
2011.
NCTM, Pinellas County Schools, 1999. Kemampuam Matematis. Division of
Curriculum and Instruction Secondary
Mathematics. (Online). Diakses 10
Februari
2011.
Polya, Geerge. 1945. How
To Solve It, a new aspect of mathematical method.
New
Jersey : Princeton University Press.
Polya, G. 1985, How to Solve It, A New Aspect of Mathematical
Method (2ad ed).
Princeton, New Jersey :
Princeton University Press.
Rustaman, C. 2002. Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah
Pembelajaran
dan pengajaran kontekstual. Jakarta : depdiknas.
Ruseffendi, E.T. 1991a. pengantar
kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompotensinya dalam pengajaran
Matematika untuk Meningkatkn CBSA.
Bandung : Tarsito
Reseffendi, E.T. 1991b. Penilaian
Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya
dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru.
Bandung : Tidak diterbitkan
Sadirman. 1996. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar : Pedoman Guru dan
Calon Guru. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Sagala,
Syaiful. 2006. Konsep
dan Makna Pembelajaran. Bandung :
ALFABETA.
Scoenfeld, Alan H. 1980. Heuristik in the Classroom, dalam Klurik, S. dan Reys,
Robert E.
(Eds). Problem Solving in School
Mathematic. Virjinia : NCTM.
Slameto. 2003. Belajar
dan Faktor-Faktor Yang Mempegaruhinya. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sujono. 1988. Pengajaran
Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta : Proyek
Pengembangan
LPTK, Depdikbud.
Sukmadinata & As’ari. 2006. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kopetensi di
PT Universitas Pendidikan
Indonesia. Tidak diterbitkan.
Sumarno, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengejaran Untuk
Meningkatkan Pemecahan Masalah
Matematika Pada Guru dan Siswa
SMA. Laporan
Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung.
Suwangsi, Erna. 2010. Pendekatan
Pembeljaran Matematika. (Online), diakses
12
Fembruari 2011.
Syah, Muhubbin. 2003. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Tiro, Arid. 2000. Dasar-dasar
Statistik. Makassar : State University of Makassar
Press.
Usman. Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimaisasil Kegiatan
Belajar Mengajar. Jakarta :
PT Remaja Rosdakarya.
Warpala, I Wayan Sukra. 20 Desember 2009. Pendekatan Pembelajaran
Konvensional. (Online),
diakses 10 Februari 2011.