Follow us


Breaking News

Sandi Ras

kwkwkwkwkkwkwkwkwkwkkkkkkkkkkkwkwkwkwkkwkwk

Senin, 09 Desember 2013

Proposal Skripsi (Minat Siswa Belajar Matematika)

BAB I
    PENDAHULUAN
A.       Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan disemua aspek kehidupan. Salah satu aspek yang berkembang akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan  sehingga pelaksanaan pendidikan harus berorientasi pada wawasan kehidupan mendatang. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus dipikirkan dan direncanakan secara berkesinambungan. Hal tersebut dapat dipahami karena sekolah ditentukan oleh berbagai faktor yang berkaitan. Faktor – faktor tersebut antara lain adalah faktor guru, peserta didik, lingkungan, sarana dan prasarana belajar.
Proses pendidikan khususnya di Indonesia, selalu mengalami penyempurnaan yang pada dasarnya menghasilkan suatu hasil pendidikan yang berkualitas. Berbagai uasaha telah dilakukanoleh pengelolah pendidikan untuk memperoleh kualitas atau kuantitas pendidikan, dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa atau peserta didik. Langka ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Keberhasilan suatu pembelajaran dalam meningkatkan kualitas pendidikan diukur dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan dalam bidang matematika, hal ini dikarenakan matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang lain. Matematika merupakan ilmu pasti, tidak lepas dari angka dan rumus, maka sebagai orang yang berada dalam lingkungan pendidikan, sangat memerlukan terobosan inovasi yang dapat membangun minat belajar peserta didik terhadap matematika, sehingga diharapkan matematikatidak dianggap lagi sebagai mata pelajaran yang sulit tetapi mudah dan menyenangkan.
Matematika dapat diartikan sebagai cara berfikir ilmiah untuk menuju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun masih banyak siswa yang memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan, dan membosankan. Bahkan ada sebagian siswa yang membenci pelajaran matematika. Fenomena kegiatan belajar ini biasanya tampak dari menurunya prestasi belajar, secara garis besar faktor-faktor timbulnya kesulitan belajar menurut Muhibbin Syah (2003:132) yaitu :
1.      Faktor internal siswa ( faktor dari dalam siswa ), yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2.      Faktor eksternal siswa ( faktor dari luar siswa ), yaitu lingkungan disekitar siswa.
Untuk menghilangkan pandangan negatif siswa terhadap matematika seperti yang telah dijelaskan di atas, maka diperlukan sebuah strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang menarik dan tepat untuk mengubah image matematika menjadi pelajaran yang menyenagkan. Semua itu terangkum dalam model pembelajaran yang merupakan konsepsi yang dilakukan guru untuk mengajarkan materi dalam mencapai tujuan tertentu.
Pada dasarnya mengajar bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa melainkan juga  sebagai proses untuk memperbaiki pengetahuan awal siswa. Apa bila guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa akan mengakibatkan kesulitan belajar. Mengajar juga merupakan serangkaiaan kegiatan yang salah satu tujuanya menanamkan konsep kepada siswa. Maka dari itu guru dapat memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Suatu konsep akan mudah dipahami dan di ingat siswa bila konsep tersebut disajikan melalui prosedur atau langkah – langkah yang menarik meskipun waktu yang tersedia terbatas. Oleh karena itu metode pembelajaran sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar. Oleh karena itu metode pembelajaran sangat berpengaruh pada proses belajar mengajar.
Sementara itu, paradikma baru mengenai pembelajaran modern memiliki ciri : mementingkan proses metodologi pembelajaran yang terus berkembang dan semakin canggih, metode pembelajaran tersebut harus memenuhi dua hal, Yaitu kesesuaian antara metode pembelajaran dengan materi ajar dan kesesuaian antara metode belajar dengan kemampuan peserta didik.

Kemampuan awal siswa memiliki kondisi yang signifikan terhadap penguasaan matematika, kemampuan awal merupakan awal prasyarat awal yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan lancar. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan  kualitas pembelajaran tidak meninggalkan konsep awal siswa.
Mengingat pentingnya  metode pembelajaran dalam transfer of knowledge, maka dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang inovatif untuk menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang sering kita jumpai adalah model pembelajaran yang konvensional, dimana guru merupakan center point  atau pusat kegiatan dari sebuah pembelajaran dan siswa dibiarka pasif. Namun seiring perkembangan zaman, model pembelajaran juga mengalami perkembangan. Model yang sedang berkembang adalah dengan mengaktifkan peserta didik untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Peserta didik dilibatkan lansung dalam penyelesaian masalah.
Penyelesaiaan masalah dalam matematika haruslah mengikuti aturan-aturan yang ada  dan bersifat sistematif. Banyak sekali penyelesaiaan matematika yang hanya didasarkan pada cara praktis dan instan, sehingga banyak sekali peserta didik yang benar-benar memahami materi dan sistematika penyelesaianya. Perlu adanya suatu konsep baru dalam menyelesaikan permasalahan dalam matematika, yang diharapkan bias meningkatkan pemahaman dan pembelajaran untuk bias menyelesaikan permasalahan secara sistematis yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar matematika.
Dengan diberlakukanya kurkulum baru, diharapkan dapat membenahi  model pembelajaran ang selama ini dilakukan sehingga dapat menjadikan siswa bersikap aktif, kreatif, dan inovatif dalam menanggapi setiap pembelajaran yang diajarkan. Keatifan siswa akan muncul jika guru memberikan persoalan kepada siswa agar mau mengembangkan pola pikirnya dan mengemikakan ide – ide dan lain lain.
Siswa dapat berfikir dan menalar suatu persoalan  matematika apabila telah dapat memahami persoalan matematika tersebut. Suatu cara pandang siswa tentang persoalan matematika  ikut mempengaruhi pola pikir tentang penyelesaian yang akan dilakukan.

Dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu metode atau pendekatan yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan agar siswa tedorong bersikap aktif, kreatif dan inovatif adalah pendekatan heuristik. Pendekatan heuristik digunakan dalam pembelajaran agar pemahaman siswa tentang pembelajaran matematika lebih mendalam. Dalam penelitian ini pemahaman merupakan kesanggupan dan kecakapan untuk mengenal fakta, konsep, prinsip dan skill.
Menurut Syaiful Segala (2006:80) pendekatan pembelajaran heuristik adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspek dan pembentukan sistem intruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data siswa di minta untuk membuat kesimpulan mengunakan data tersebut.
Prinsip metode heuristik polya ini adalah (1) aktivitas peserta didik menjadi focus perhatian utama dalam belajar, (2) berfikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu,(3)  proses mengetahui dari sesuatu yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran di sekolah,(4) pengalamn  yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha pembelajaran peserta didik ke arah belajar berbuat, bekerja da berusaha,(5) perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia berpikir dan belajar sendiri. Dengan prinsip ini menunjukan bahwa metode heuristik dapat mendorong peserta didik bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.
Dilihat dari permasalahan diatas, maka perlu diperhatikan bahwa pembelajaran matematika tidak akan terlepas dari pendekatan pengajaran yang digunakan, yang mendukung adanya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu peneliti akan mencermati adanya perbedaan kemampuan siswa belajar matematika antara pembelajaran dengan metode heuristikdibandingkan pembelajaran konvensional dan mengidentifikasi penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Heuristik Polya Terhadap Kemampuan Siswa dalam Memecahkan Soal-Soal Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang”.
B.       Rumusan Masalah
Dalam pembelajaran matematika diperlukan suatu metode yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan agar siswa terdorong bersikap aktif, kreatif, inovatif dan pemahaman siswa tentang pelajaran matematika lebih mendalam adalah pendekatan heuristik.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu suatu inforrmasi tentang seberapa besar pendekatan heuristik ini dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :
1.    Seberapa besar tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan konvensional?
2.    Seberapa besar tingkat kemapuan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan heuristik polya?
3.    Apakah kemampuan siswa dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan heuristik polya lebih baik dibandingkan dengan  yang diajar dengan pendekatan konvensional pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang?

C.      Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan konvensional.
2.    Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan heuristik polya.
3.    Untuk mengetahui bahwa apakah kemampuan dalam memecahkan soal matematikayang dajar dengan dengan pendekatan heuristik polya lebih baik dibandingkan dengan yang diajar dengan pendekatan konvensional pada siswa kelas III SMP Negeri 1 Sabbang.

D.      Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang mengikuti atau  terlibat dalam pendidikan. Secara umum hasil penelitian ini diharapkan secara teoristis dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika, terutama pada peningkatan prestasi belajar siswa dalam mengikuti palajaran matematikamelalui pendekatan heuristik. Adapun manfaat lainnya dari penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1.      Hasil penelitian tentang Pengaruh Pendekatan Heuristik Polya Terhadap Kemampuan Siswa dalam memecahkan Soal-soal matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang ini memberikan masukan kepada guru agar dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran khususnya bagi guru matematika SMP dengan alternative pembelajaran matematika melalui pendekatan Heuristik.
2.      Hasil penelitian ini memberi manfaat kepada siswa yang menjadi objek penelitian ini untuk dapat meningkatkan pengalaman mengenai pembelajaran matematika dengan pendekatan heuristik.
3.      Hasil penelitian ini akan menjadi bahan referensi bagi calon peneliti berikutnya yang ingin mengembangkan lebih jauh penelitian ini.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Kajian Teori
1.    Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan setiap orang yang dilakukan secara terus menerus dalam hidupnya untuk mencapai peruhan diri. Belajar ini dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan bukan hanya melalui pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA dan Universitas tetapi juga melalui pendidikan Non formal dan pendidikan informal. Melalui kegiatan belajar seperti ini diharapkan terjadinya perubahan dalam diri orang yang belajar.
Beberapa ahli telah mendefinisikan belajar, diantaranya morgan yang disunting oleh Ngalim Poerwanto mengemukakan bahwa : “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. ” (Syamsiah Badruddin,2008:3)
Pengertian belajar juga dikemukakan  oleh Slameto (2003:2) dalam bukunya yakni belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang  baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi, adanya adaptasi dengan lingkungannya akan timbul perubahan diri seseorang.
Berdasarkan psikologi, Usman dan Setiawati (1993:5) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingka laku yang terjadi karena adanya interaksi baik antara individu dengan individu maupun antara individu dengan lingkungannya. Perubahan tingkah langku tersebut meliputi perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills), ataupun dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (apektif), dan keterampilan (psikomotor).
Sadirman (1996:10) dalam bukunya menyatakan bahwa belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, Thursan Hakim (2000:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya piker, dan lain-lain. Hal ini ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku kemampuan seseorang dalam berbagai bidang.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya  dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang individu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.

2.    Kemampuan Siswa Belajar Matematika
Berbicara tentang pelajaran matematika, banyak siswa yang merasa bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga mereka kurang mampu atau sulit mempelajarinya. Walaupun demikian, matematika merupakan pelajaran yang penting untuk diketahui dan dikuasai sehingga siswa harus memiliki kemampuan dalam belajar secara khusus kemampuan matematika atau daya matematis.
Daya matematis didefinisikan oleh National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (1999) dan Pinellas sebagai berikut :
a.    NCTM mendefinisikan daya matematis sebagai, ”Mathematics power includes the ablity to explorer, conjecture, and reason logically; to solve noo-routine proplems; to communicate about and through mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual
activity. Kemampuan matematisadalah kemampuan untuk menghadapi permasalahanbaik dalam matematika maupun kehidupan nyata.
b.    Pinellas County Schools, Division of Curriculum and Instruction Secondary mathematics, mengatakan daya matematis meliputi :
1.      Standard proses (process standards), yaitu tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran, proses standar meliputi, kemampuan pemecahan masalah kemampuan beragumentasi, kemampuan berkomonikasi, kemampuan membuat koneksi (connection) dean kemampuan representasi;
2.      Ruang lingkup materi (content strands), adalah kompetensi dasar yang disyaratkan oleh kurikulum sesuai dengan tingkat pembelajaran siswa, bagi Indonesia ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi aspek-aspek sebagai berikut:Logika, Aljabar, Geometri, Trigonometri, Kalkulus, Statistik dan Peluang (KTSP,2006);
3.      Kemampuan matematis (mathematicalAbilities), yaitu pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk dapat melakukan manipulasi matematika meliputi pemahaman konsep dan pengetahuan procedural.

Selanjutnya berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di Indonesia tersirat bahwa kemampuan matematis meliputi :
a.       Kemampuan pemecahan masalah (problem solving)
Masalah adalah sebuah kata yang sering terdengar oleh kita. Namun sesuatu menjadi masalah tergantuk bagaimana orang  mendapatkan masalah tersebut sesuai kemampuannya. Terkadang dalam pendidikan matematika SD ada masalah bagi kelas rendah namun bukan masalah bagi kelas tinggi. Masalah merupakan suatu konflik, hambatan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas belajarnya di kelas. Namun masalah harus diselesaikan agar proses berfikir siswa terus berkembang. Semakin banyak siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan matematika, maka siswa akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk apapun baik yang rutin maupun yang tidak rutin. Sejalan dengan pendapat Hudoyo (1997:191) jenis masalah dalam pelajaran matematika ada 4 yaitu:
1.      Masalah Translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas sehari-hari siswa. Contoh: Ade membeli permen sugus 12 buah. Bagaiman cara Ade membagikan kepada 24 orang temanya agar semua kebagian dengan adil?
2.      Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan  suatu konsep,  rumus matematika dalam sebuah soal-soal matematika. Contoh: suatu kolam berbentuk sepersegi panjang yang berukuran panjang 20 meter dan lebar 10 meter. Berapa luas kolam tersebut?
3.      Masalah proses/ pola adalah masalah yang memiliki pola, keteraturan dalam penyelesaiannya. Contoh: 2468 … Berapa angka berikutnya?
4.      Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam matematika. Contoh: Aku adalah anggota bilangan Asli, Aku adalah bilangan perkasa, jika kelipatanku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya adalah aku, siapakah aku?
Pemecahan masalah memerlukan strategi menyelesaikannya. Kebenarannya, kecepatannya, keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang diperlukan dalam penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam menyusun suatu strategi adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh guru. Jawaban benar bukan standar ukur mutlak, namun proses yang lebih penting dari mana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut.
b.      Kemampuan beragumentasi (reasonning)
Penalaran adalah konsep berfkir yang berusaha menghubung-hubungkan faktaTu evidensi yang diketahui menuju kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat tertarik dari kasus-kasus yang bersifat individual disebut penalaran indiktif. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat  umum menjadi kasus yang bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran deduktif.
Penalaran matematis penting untuk mengetahui dan mengerjakan matematika. Kemampuan untuk bernalar menjadikan siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah. Kapanpun kita mengunakan penalaran untuk menvalidasi pemikiran kita, maka kita meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berfikir secara
matematik. Adapun aktivitas yang tercangkup dalam kegiatan penalaran matematik meliputi: menarik kesimpulan logi; menggunakan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat- sifat, dan hubungan; memperkirarakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan hubungan; untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi; menyusun mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argument; menyusun argument yang valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematik.
c.       Kemampuan berkomonikasi (commonikation)
Kemampuan berkomonikasi dalam matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomonikasi dalam bentuk :
1.    Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika;
2.    Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode oral, tertulis, konkrit, grafik, dan Aljabar;
3.    Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, symbol, istilah, sertainformasi matematika;
4.    Merespon suatu pernyataan/ persoalan dalam bentuk argument yang menyakinkan.
d.   Kemampuan membuat koneksi (connection)
Kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan yang ditunjukan siswa dalam :
1.      Mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama
2.      Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen
3.      Menggunakan dan menilai keterkaitan antara topic matematika dan keterkaitan di luar matematika
4.      Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memunculkan dan meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa, dapat digunakan sebagai macam pendekatan pembelajaran. Salah satunya adalah pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme merupakn suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa di berdayakan oleh pengetahuan yang berada dalam diri mereka. Pembelajaran berdasarkan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian (solusi), debat antar satu dengan lainya, berfikir kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah.
e.       Kemampuan representasi (representation)
Kemampuan representasi matematis adalah salah satu standar proses yang perlu ditumbuhkan dan dimiliki siswa. Standar proses ini hendakanya disampaikan selama proses belajar matematika. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berpotensi dapat membelajarkan siswa menciptakan dan menggunakan sepresentasi.
3.    Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
a.    Pengertian Masalah Dalam Pembelajaran Matematika
Sebelum menjelaskan pengertian tentang pemecahan masalah itu sendiri, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian masalah itu sendiri. Krulik dan Rudnick (1995:4) mendefinisikan masalah secara formal yaitu : A problem is situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual ar group of individual, that requires resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius means or path to abtaining a solution.”
Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi indivdu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung dapat menentukan solusinya dengan menggunakan strategi berfikir yang disebut pemecahan masalah.
Menurut Ansari, B. (Dida, 2003:2) mengemukakan bahwa untuk dapat memecahkan  masalah, siswa terlebih dahulu harus memiliki kemampuan memahami konsep, memehami masalah, mampu mengaitkan konsep yang satu dengan yang lainya, mampu menerapkan konsep-konsep yang dimiliki pada situasi baru, dan mampu mengevaluasi tugas yang telah dikerjakan.
Hudoyo (1990) lebih tertarik melihat masalah, dalam kaitannya dengan prosedur yang digunakan seseoranguntuk menyelesaikannya berdasarkan kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Ditegaskan bahwa seseorang mungkin dapat menyelesaikan suatu masalah dengan prosedur rutin, namun orang lain dengan cara tidak rutin.
Marsound (2005:29) menyatakan bahwa seseorang dianggap memiliki atau mengalami masalah bila menghadapi empat kondisi berikut, yaitu:
1.      Memeahami dengan jelas kondisi atau situasi yang sedang terjadi.
2.      Memahami  dengan jelas tujuan yang diharapkan. Memiliki berbagai tujuan untuk menyelesaikan masalah dan dapat mengarahkan menjadi satu tujuan penyelesaian.
3.      Memahami sekumpulan sumbar daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi situasi yang terjadi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal ini meliputi waktu, pengetahuan, keterampilan, teknologi atau barng tertentu.
4.      Memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang masalah (problem) yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan pada suatu situasi tertentu dapat merupakan masalah bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah bagi orang lain. Dengan kata lain, suatu situasi mungkin merupakan masalah bagi seseorang pada waktu tertentu. Akan tetapi, belum tentu merupakan masalah baginya pada saat yang berbeda.
b.      Pemecahan Masalah Matematika
    Terdapat banyak interprestasi tentang pemecahan masalah dalam matematika.  Di antaranya pendapat Polya (1985) yang banyak dirujuk pemerhati matematika.
Polya mengartikan pemecahan masalah bagi suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sementara Sujono (1988) melukiskan masalah matematika sebagai tantangan bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian dan pemikiran yang asli atau imajinasi. Berdasarkan penjelasan Sujono tersebut maka sesuatu yang merupakan masalah bagi seseorang, mubngkin tidak merupakan masalah bagi orang lain atau merupakan hal yang rutin saja.
Ruseffendi (1991b) mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi seseorangbila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menyelesaikannya. Dalam kesempatan lain Ruseffendi (1991a) juga mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalinya. Kedua, siswa harus mampu menyelesaikanya, baik kesiapan mentaltalnya maupun pengetahuan siapnya; terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya.
Lebih spesifik Sumarmo (1994) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan penyelesaiaan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atu menciptakan atu menguji konjektur. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Sumarno tersebut, dalam pemecahan masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matemetika (mathematical power) terhadap siswa.
Muhibbin Syah (1995:122) menyatakan bahwa “Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atu secara sistematis, logis, teratur, dan teliti”. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas. Dari pernyataan tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan belajar pemecahan masalah siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah atau berfikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti untuk memecahkan suatu
masalah yang dihapai secara rasional, lugas dan tuntas. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam matematika sangat diperlukan.
Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang menurut Gagne, dkk (1992) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan lainnya. Gagne dkk (1992) berpendapat bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlikan aturan kompleks atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan dan konsep terdefenisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefenisi dapat dikuasai jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk memahami konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan. Dengan demikian, kemungkinan besar siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah merupakan hal yang wajar sebab pada soal-soal sederhana pun masih banyak mengalami  kesulitan.
Kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan kognitif tingkat tinggi. Sukmadinata dan As’ari (2005:24) menambahkan tahap berpikir pemecahan masalah setelah tahap evaluasi yang menjadi bagian dari tahapan kognitif Bloom. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan memecahkan masalah kemampuan kognitif tingkat tinggi.
Menurut Goerge Polya (1945) ada empat langkah di dalam memecahkan suatu masalah  yang disebut heuristik yaitu pertama  mengerti terhadap masalah, kedua buatlah rencana untuk menyelesaikan masalah,ketiga cobalah atau jalankan rencana tersebut, dan yang keempat lihatlah kembali hasil yang telah diperoleh secara keseluruhan.
Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G. Polya dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 2.1.
TAHAP – TAHAP PEMECAHAN MASALAH MENURUT G. POLYA
Pemahaman Soal (Understanding)
Pemikiran Suatu Rencana (Planning)
Pelaksanaan Suatu Rencana (Solving)
                              
 


Peninjauaan Kembali (Checking)

Adapun penjabaran dari keempat langkah yang diajukan Polya yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan suatu masalah, dapt diuraikan sebagai berikut :
1.      Tahap Pemecahan Soal (Understanding)
              Yang dimaksud tahap pemahaman soal menurut Polya ialah bahwa siswa harus dapat memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut. Menurut ciri bahwa siswa paham terhadap isi soal ialah siswa dapat mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan beserta jawaban seperti berikut :
a.       Data atau informasi apa yang dapat diketahui dari soal?
b.      Apa inti permasalahan dari soal yang memerlukan pemecahan?
c.       Adakah dalam soal iturumus-rumus, gambar, grafik, table, atau tanda-tanda khusus?
d.      Adakah syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan dalam  soal?
Sasaran penilaian pada tahap pemahaman soal meliputi:
a.       Siswa mampu menganalisis soal. Hal ini  dapat  terlihat apakah siswa tersebut paham dan mengerti terhadap apa yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal.



b.      Siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam bentuk rumus, simbul, atau kata-kata sederhana.

2.   Tahap Pemikiran Suatu Rencana (Planning)
Menurut G.Polya pada tahap pemikiran suatu rencana,siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjanguntuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Menurutnya pula kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai dalam arti masalah yang dihapi siswa bukan hal yang baru sama sekali tetapi sejenis atau mendekati. Yang harus dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa dapat :
a.            Mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang.
b.           Mencari rumus-rumus yang diperlukan.
Pada jenjang kemampuan siswa tahap ini menempati urutan tertinggi. Hal ini didasarkan atas perkembangan bahwa pada tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa yang  seharusnya dikerjakan.
3.   Pelaksanan Rencana (Solving)
Yang dimaksud tahap pelaksanaan rencana adalah siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang akan digunakan sudah merupakan rumus yang siap untuk digunakan sesuai dengan apa yang digunakan dalam soal, kemudian siswa mulai memasukan data-data hingga menjurus ke rencana pemecahannya, setelah itu baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana sehingga akan diharapkan dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan.
Tehap pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana. Pertimbangan yang diambil berkenaan dengan peryataan tersebut bahwa pada tahap ini siswa melaksanakan proses penghitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi

yang diperlukan, sehingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik dan benar.
4.  Tahap Peninjauaan Kembali (Checking)
Yang diharapkan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untukthap ini adalah siswa harus brusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.
Tahap Peninjauaan kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat berfikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap ini subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil penghitungan yang telah dikerjakannya, serta mengecek sitematika dan tahap-tahap penyelesaiannyaapakah sudah baik dan benar atu belum.
Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat-pendapat di atas, maka pemecahan masalah dapat dilihat dari berbagai pengertian.Yaitu, sebagai upaya mencari jalan keluar yang dilakukandalam mencapai tujuan. Juga memerlukan kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu pemecahan masalah merupakan persoala-persoalan yang belum dikenal; serta mengandung pengertian sebagai proses berfikir tinggi dan penting dalam pembelajaran matematika.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang dikuasai oleh siswa.Bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum terseut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan diintekgrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.
Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Branca (1980) adalah:
1. Kemampuan menyelesaikan masalah marupakan tujuan umum pengajaran matematika.
2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.
3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.





pandangan bahwa kemapuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam  kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
Pandangan pemecahan masalah sebagai proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, berarti pembelajaran pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dan strategi yang dilakukan siswa dalam menyelesaikannya dari pada hanya sekedar hasil.  Sehingga keterampilan proses dan strategi dalam memecahkan maslah tersebut menjadi kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Walaupun kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang tidak mudah dicapai, akan tetapi oleh karena kepentingan dan kegunaannya maka kemampuan pemecahan masalah ini hendaknya diajarkan kepada siswa pada semua tingkatan. Berkaitan dengan hal ini, Ruseffendi (1991b) mengemukakan beberapa alas an soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada siswa, yaitu:
1.    Dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat kreatf.
2.    Disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan, disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan memuan peryataan yang benar;
3.    Dapat menimbulkan jawaban yang aslibaru, khas, dan beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru;
4.    Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan ang sudah diperolehnya;
5.    Mengajak siswa memiliki prosedus pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintensis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya;
6.    Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pembelajaran lain.
4.   Pendekatan Pembelajaran Secara Umum
Guru yang professional tidak hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk perlu kiranya para guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum, didalamnya mawadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran tedapat dua jenis pendekatan,yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan kedalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsure strategi dari setiap usaha, yaitu:
a.       Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifkasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan pertimbangan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukan.
b.      Mempertmbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
c.       Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan di tempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
d.      Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur (criteria) dan patokan ukuran untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
            Pendekatan pembelajaran secara umum terdiri dari :
a.    Pendekatan konsep
Pada pendekatan model ini siswa dibimbing memahami suatu bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses
pembelajaran tersebut penguasaan konsep yang menjadi sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu dominan dan siswa membibmbing untuk memahami konsep.
b.    Pendekatan Lingkungan
Pengunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan sekitar kita dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai salah satu sumber belajar. Untuk memahamai materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari atau masalah sehari-hari sering digunakan pendekatan lingkungandengan belajar langsung pada lingkungan.
c.    Pendekatan Inkuiri
Melakukan pembelajaran dengan mengunakan pendekatan Inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian. Dalam pendekatan Inkuiri berarti guru merencanakan sesuatu demikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang dugunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-langkah penelitian, membuat ramalan, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.
d.   Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengebangkan kemampuan siswa dalam keterampialan proses sepert melakukan pengamatan, menafsirkan data, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.
e.    Pendekatan Interaktif
Dikenal juga sebagai pendekatan pertanyaan anak, member kesempatan pada siswa untuk mengaukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan.
f.     Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum. Pemecahan masalah ini ada dua versi. Versi yang pertama siswa dapat saja menerima saran tentang prosedur yang dugunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan
yang mengarah ke pemecahan masalah. Dalam versi kedua,  hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu member petunjuk.
g.    Pendekatan Sains Tekniologi dan Masyarakat (STM)
Dalam rangka mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat  telah dikembangkan bahan kajian pengajaran sains dalam bentuk Sains, teknologi, dan masyarakat (S-T-M). STM ini merupakan peng-indonesiaan dari Science, technology and Society. Dalam pengajaran Sains siswa tdak hanya mempelajarikosep-konsep Sains, tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat.
h.    Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
Pendekatan ini merupkan pendekatan yang intinya memadukan dua unsure atau leih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Unsur pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain.
5.      Pendekatan Heuristik Polya sebagai Pemecahan Masalah
a.      Pengertian Heuristik
          Menurut Schoenfeld (1980), bahwa “Heuristik will Be used hare to mean a general suggestion or strategy, independent of any particular topic or subject metter,that helbs problem solver approach and understand a problem and efficienrly marshal their resources to solve it”.
Menurut pengertian tersebut, heuristik dapat disebut sebagai strategi umum yang tidak berkaitan dengan subjek materi yang membantu pemecah masalah dalam usaha untuk mendekati dan memahami masalah serta menggunakan kemampuannya untuk menemukan soslusi dari masalah.
Penggunaan istilah heuristic dalam pemecahan masalah berbeda dengan algoritma yang terdapat dalam pembelajaran matematika.Penggunaan algoritma dapat menjamin diperoleh solusi yang tepat selama digunakan dengan tepat dengan algoritma yang tepat pula. Algoritma adalah suatu kemampuan khusus semantara heuristic merupakan pendekatan secara umum dalam pemecahan
masalah. Heuristic menyajikan suatu “road map” atau  cetak  biru agar proses pemecahan masalah dapat menghasilkan solusi yang benar. Heuristik adalah langkah-langkah dalam menyelesaikan sesuatu tanpa ada keharusan untuk dilakukan secara berurutan.
b.      Pendekatan Heuristik Polya dalam Matematika
          Metode penemuan secara murni artinya peserta didik sebagai seorang penemu yang menemukan sendiri, sedangkan pengajaran hanya sebagai pengawas. Dalam metode penemuan murni, yang oleh Maier (1995:138)disebutkan sebagai heuristik. Kata heuristik berasal dari bahasa yunani yaitu heuriskeinyang berarti saya menemukan. Pengertian ini menurut Rusyan  dalam Syaiful (2005:80) adalah semacam fakta psikologis yang muncul sebagai kodrat manusia yang memiliki  nafsu untuk menyelidiki sejak bayi. Keinginan untuk Amstrong abad ke-19, menurut metode ini peserta didik sendiri yang harus menemukan fakta ilmu pengetahuan. Strategi belajar mengajar metode heuristik Polya adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspek dan pembentukan system intruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Metode heuristik Polya adalah metode pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan dengan menggunakan data tersebut.
          Prinsip metode heuristik polya ini oleh Rusyan dalam Syaiful (2005:82) adalah (1) aktivitas peserta didik menjadi fokus perhatian utama dalam belajar, (2) berpikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu, (3) proses mengetahui dari suatu yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran di sekolah, (4) pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dar usaha pembelajaran peserta didik kea rah belajar berbuat bekerja dan berusaha, (5) perkembngan mental seseorang berlangsung selama ia berpikir dan belajar sendiri. Dengan prinsip ini menunjukkan bahwa metode heuristik dapat mendorong peserta didik bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.
          Istilah heuristik polya sering digunakan untuk pengertian mencari sesuatu seperti dalam kegiatan penemuan terbimbing dan mencari solusi pemecahan
masalah. Oleh karena itu, pengertian heuristik polya juga sangat dekat dengan pengertian penemuan (discovery).
       Matematika adalah suatu disiplin ilmu  untuk yang lebih menitik beratkan kepada proses berpikir dibanding hasilnya saja.Jika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan (soal)/situasi matematis, maka siswa akan berusaha menemukan solusi pemecahanya melalui serangkaian tahapan berikir. Siswa  tersebut  perlu menentukan dan menggunakan strategi untuk menyelesaikan soal tersebut. Akan  tetapi, jika siswa langsung menemukan teknik penyelesaiaan cepat, dapat dipastikan bahwa siswa tersebut sudah memiliki teknik yang biasa digunakan.
        Matematika sejak perkembangan awalnya, memuat konsep-konsep dan aturan-aturan yen terlebih dahulu ditemukan melalui serangkaian penemuan dan pembuktian. Disinilah  peran heuristik polya dalam matematika, yaitu untuk menuntun  seseorang dalam menemukan konsep-konsep dan aturan-aturan dalm matematika. Disamping itu, heuristik polya membantu seseorang untuk memecahkan  dan menemukan solusi dari suatu masalah.
        Heuristik polya adalah suatu langkah berpikir dan upaya untuk menemukan dan memecahkan suatu masalah atau persoalan matematika. Dengan cara inilah matematika ini berkembang dan kemudian diaplikasikan untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
6.    Pendekatan Konvensional dalam Matematika
       Pendekatan konvensional merupakan suatu proses belajar mengajar di mana guru merupakan center point dari sebuah pembelajaran. Pendekatan konvensional merupakan sarana komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam pendekatan konvensional ini disertai dengan diskusi dan tugas. Ceramah hanya untuk memberi penjelasan atau informasi mengenai bahan yang akan dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat bejalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Bahri,2000).
Burrowes (2003) dalam I Wayan Sukra Warpala menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi  materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata (kontekstual).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat kepada guru (tescher learning center), (2) terjadi passive learnig, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) peniaian bersifat sporadis.
Adapun pola pendekatan konvensional menurut Rustaman (2002) adalah sebagai  berkut :
a.    Pemilihan informasi oleh guru
b.    Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
c.    Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan.
d.   Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian (ulangan).
   Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaknai sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru dan komonikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa.
B.  Kerangkah Berpikir
       Dalam belajar pemecahan masalah siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah atau erpikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti yang tujuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi secara rasional, lugas dan tuntas. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam matematika sangat diperlukan.
       Adapun langkah - langkah pemecahan masalah dari George Polya yang disebut  metode atau pendekaan heuristik yang terdiri dari empat langkah yaitu pertama mengerti terhadap masalah, kedua buatlah rencana untuk menyelesaikan masalah,ketiga cobahlah atau jalankan rencana tersebut,dan yang keempat lihatlah kembali hasil yang telah diperoleh secara keseluruhan.
       Prinsip metode heuristik ini adalah (1) aktivitas peserta didik menjadi fokus perhatian utama dalam belajar, (2) berpikir logis adalah cara yang paling utama
dalam menemukan sesuatu, (3) proses mengetahui dari suatu  yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional pelajaran di sekolah, (4) pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha pembelajaran peserta didik kea rah belajar berbuat, bekerja dan berusaha, (5) perkembangan  mental seseorang berlangsung selama ia berpikir dan belajar sendiri. Dengan prinsip ini menunjukkan bahwa metode heuristik dapat mendorong peserta didik besikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.
        Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat simpulkan bahwa metode heuristik sangat sesuai untuk pembelajaran matematika terutama dalam memecahkan masalah matematika. Kebiasaan siswa memecahkan masalah matematika dengan metode heuristik polya dapat meningkatkan pemahaman matematika dan tentu meningkatkan kemampuan dalam memecahkan soal matematika.
C.  Hipotesis Penelitian
        Berdasarkan tinjauaan pustaka dan kerangka berpikir maka hipotesis penelitianyang diajukan sebagai berikut :
       “Kemampuan dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan heuristik Polyalebih baik dibandingkan dengan kemampuan dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan konvensional pada siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang.”
Secara statistik hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut :
       H0 : µ1 = µ2        lawan      H1 : µ1 >  µ2
Keterangan :
µ1 : Skor rata-rata kemampuan siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang diajar dengan pendekatan heuristic Polya.
µ2  :    Skor rata-rata kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal matematika yang dajar dengan pendekatan konvensional.












BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Lokasi dan Waktu Penelitian
       Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sabbang, Kecamatan Walendrang, KAbupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Waktu penelitian ini akan dilaksanakanpada semester genap tahun 2011/ 2012.

B.       Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan perlakuan (manipulasi kegiatan) pada objek penelitan dengan melibatkat dua kelompak kelas yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control yang masing - masing diberi perlakuan. Kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yaitu diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran heuristik model Polya dalam pemecahan masalah sedangkan pada kelompok kontrol diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvesional. Dengan demikian, desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Random
Kelompok
perlakuan
Hasil Penelitian
R
K
E
K
T1
T2
O1
O2

Keterangan :
E : Eksperimen
K : Kontrol
T1 : Pembelajaran dengan menggunakan strategi heuristik Polya
T2 : Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional
O1 : Observasi pada kelas eksperimen              
O2 : observasi pada kelas control

C.      Variabel Penelitian
Untuk memudahkan pengukuran variabel, maka variabel penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:
Kemampuan siswa  dalam memecahkan soal matematika yang dimaksud dalam penelitian ini skor yang diperoleh melalui tes kemampuan memecahkan soal matematika setelah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan heuristik model Polya dan metode konvensional pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang.
D.      Satuan Eksperimen dan perlakuan
1.    Satuan Eksperimen
Satuan Eksperimen dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VII1 Sebagai kelas eksperimen dan siswa VII2 sebagai kelas control yang masing - masing berjumlah 30 siswa yang dipilih secara acak (samle random sampling).
2.    Perlakuan
Perlakuan dalam penelitian ini adalah kelompok eksperimen diajar dengan strategi heuristik model Polya sedangkan pada kelompok control diajar dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional.

E.       Pelaksanaan Eksperimen
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sabbang dengan sampel penelitian terdiri dari dua kelompok, yaitu siswa kelas VII1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas III2 sebagai kelompok control.
1.    Proses pembelajaran pada kelompok eksperimen
Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi untuk mengetahui sejauh manapengetahuan siswa tentang pokok bahasan relasi dan fungsi. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan menjelaskan sedikit tentang langkah – langkah pembelajaran dengan pendekatan heuristik model polya. Selanjutnya guru memberikan soal latihan kepada siswa dan siswa secara berkelompok menemukan sendiri jawaban soal latihan tersebut dengan pendekatan heuristik polya. Setelah itu siswa secara  berkelompok mempersentasekan hasilnya di depan kelas dan kelompok dan kelompok lainya menanggapi. Disini guru sebagai fasilitator. Guru dan siswa bersama – sama membuat kesimpulan dari materi yang sudah diselesaikan.

2.    Proses pembelajaran pada kelompok control
Pada prinsipnya pembelajaran pada kelompok control relative sama dengan pembelajaran pada kelompok eksperimen. Yang membedakan antara dua kelompok yaitu cara mempelajari materi. Pada kelompok kontrol, pembelajaran dilakukan secara konvensional. Pemebelajaran secara konvensional dilakukan dengan cara mentransfer materi dari guru kepada siswa melalui cerama dan Tanya jawab terpimpin. Pembelajaran secara konvensional ini lebih banyak mengaktifkan guru dari pada siswa karena guru banyak bercerama.

F.       Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang dipergunakan untuk memperoleh data dari penelitian ini adalah tes kemampuan memecahkan soal – soal matematika sesuai dengan materi pokok bahasan yang telah di pelajari siswa, yang berbentuk tes uraian (essay). Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sabbang dalam memecahkan soal – soal matematika tentang pokok bahasan relasi dan fungsi diajarkan dan diperoleh setelah mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu.
G.      Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan penelitian ini berlangsung selama satu minggu, dengan jumlah 10 jam pelajaran untuk masing – masing kelompok, dan untuk tiap kelompok pelajaran dibagi 5 kali pertemuan. Untuk teknik pelaksanaannya, tiap kelas diajar secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan.
Setelah kedua kelompok sampel diberi perlakuan khusus, yakni kelompok eksperimen diberi perlakuan khususyaitu pembelajaran dengan  menggunakan strategi heuristik model polya sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional. Selanjutnya diberikan tes untuk dikerjakan sesuai dengan materi pokok bahasan yang  telah dipelajari oleh siswa. Hasil  tes inilah yang akan diperoleh dan dianalisis guna keperluan penyajian hipotesis yang telah dirumuskan.
H.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif dan inferensial. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan program siap yaitu SPSS Versi 11.5 for windows.
1.        Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mendiskriptifkan karakteristik responden berupa  rata – rata hasil belajar gradien dan persamaan garis lurus siswa  dan standar deviasa, baik responden pada kelas eksperimen maupun responden pada kelas  kontrol. Untuk keperluan analisis diguakan distribusi frekuensi presentasi rata – rata dan standar deviasi untuk masing – masing kelompok.
2.        Statistik Inferensial
Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu dengan uji t (distribusi student t). Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians dari data hasil  belajar gradien dan persamaan garis lurus siswa.
a.         Uji hipotesis
Untuk menguji hipotesis di gunakan uji-t. Kriteria pengambilan kesimpulannya adalah :
1.      Ho diterima jika thit  ≤ t (1 – a)
2.      Ho ditolak jika thit > t (1 – a)
Taraf signifikasi yang digunakan  adalah 0,05 atau 5%.
b.      Uji normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang telah diteliti berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Adapun kriteria pengujian yaitu jika rasio skewnes dan kurtosis berada diatara -2 sampai +2, maka tingkat kemampuan memecahkan soal matematika dari responden berdistribusi normal. Untuk menguji normalitas ini digunakan program yaitu SPSS Versi 11.5 for windows.







c.         Uji homogenitas
Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diteliti mempunyai varians yang homogen. Untuk menguji homogenitas varians ini digunakan program yaitu SPSS 11.5 for windows.
Adapun criteria pengujian yaitu :
1.      Jika taraf signifikasi > 0,05 ( p > 0,05 ) maka Ho diterima,
2.      Jika taraf signifikasi < 0,05 ( p < 0,05 ) maka Ho ditolak. Artinya data tidak berasal dari populasi yang  berdistribusi normal.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kemampuan memecahkan soal – soal matematika baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol digunakan criteria pengkategorian yang disusun oleh Nurkancana dalam maemuna (2004:15) yang dikelompokan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Kriteria Pengkategorian Kemampuan Memecahkan
Soal matematika

NILAI
PERSENTASE
KATEGORI
0 – 54
55 – 64
65 – 79
80 – 89
90 – 100
0 % - 54 %
55 % - 64 %
65 % - 79 %
80 % – 89 %
90 % - 100 %
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi



            

DAFTARA PUSTAKA
Baharuddin, Syam dan Muhammad Illyas.2008. belajar dan pembelajaran.
                 Sengkang , Sulawesi Selatan : Lampena.
Bahri, S dkk.2002, strategi belajar mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Branca, N.a 1980. Problem Solving as a Goal, Process and Basic Skill. Dalam
                 Krulik, S dan Reys, R, E (ed). Problem Solving and School Matematikcs.
                 NCTM : Reston Virginia.
Firdaus,    Ahmad.       23        November       2009.   Kemampuan    Pemecahan
                 Masalah Matematika. (Online), diakses 07 Februarii 2011.
Gagne, R. M, Briggs, L J dan Wager, W.  1992. Principles of Instructional Design
                 (4an ed). Orlando:Holt, Rinehart and Winstone, Inc.
Hudoyo dan Sutawijaya. 1998. Pendidikan matematika I.  Jakarta : Dirjen Dikti
                 Depdiknas.
Krulik, Stephen dan Rudnick, Jesse A. 1995. The New Sourcebook for
                 Teaching Reasoning an Problem Solving in Elementary School.
                 Boston : Temple University.
Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. 2010. Heuristik dalam Pemecahan Masalah
                 Matematika dan Pembelajaran di Sekolah Dasar . (Online), diakses 10
                 Februari 2011.
Makmun, Abin Syamsuddin .2003. Psikologi Pendidiikann . Bandung: Rosda Karya
                 Remaja.
Marsound , D . 2005. Improving Math Edukation in Elementary School : A Short
                 Book for Teachers. Oregon : Univercity of Oregon. (Online), diakses 12 Februari 2011.
NCTM, Pinellas County Schools, 1999. Kemampuam Matematis. Division of
                 Curriculum and Instruction Secondary Mathematics. (Online). Diakses 10
                 Februari 2011.
Polya, Geerge. 1945. How To Solve It, a new aspect  of  mathematical method.
                 New Jersey : Princeton University Press.
Polya, G. 1985,  How to Solve It, A New Aspect of Mathematical Method (2ad ed).
                 Princeton, New Jersey : Princeton University Press.
Rustaman, C. 2002. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Jakarta : depdiknas.
Ruseffendi, E.T. 1991a. pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
             Kompotensinya dalam pengajaran Matematika untuk Meningkatkn CBSA.
Bandung : Tarsito
Reseffendi, E.T. 1991b. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru.
Bandung : Tidak diterbitkan
Sadirman. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar : Pedoman Guru dan
       Calon Guru. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sagala,  Syaiful.  2006.  Konsep dan Makna Pembelajaran.  Bandung  :
       ALFABETA.
Scoenfeld, Alan H. 1980. Heuristik in the Classroom, dalam Klurik, S. dan Reys,
        Robert E. (Eds). Problem Solving in School Mathematic. Virjinia : NCTM.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempegaruhinya. Jakarta: PT
        Rineka Cipta.
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta : Proyek
        Pengembangan LPTK, Depdikbud.
Sukmadinata & As’ari. 2006. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kopetensi di
                 PT Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.
Sumarno, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengejaran Untuk
                 Meningkatkan Pemecahan Masalah Matematika Pada Guru dan Siswa
                 SMA. Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung.
Suwangsi, Erna. 2010. Pendekatan Pembeljaran Matematika. (Online), diakses
                 12 Fembruari 2011.
Syah, Muhubbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Tiro, Arid. 2000. Dasar-dasar Statistik. Makassar : State University of Makassar
                 Press.
Usman. Moh. Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimaisasil Kegiatan
                 Belajar Mengajar. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya.
Warpala, I Wayan Sukra. 20 Desember 2009. Pendekatan Pembelajaran
                 Konvensional. (Online), diakses 10 Februari 2011.




Read more ...
Designed By